Media Social Generation

1052414

 

Semenjak tahun 2000, media sosial menjadi primadona di kalangan anak muda, beberapa ibu-ibu dan beberapa bapak-bapak. Semua orang berasa di berikan kebebasan untuk mengekpresikan diri mereka, bebas beperilaku seperti apa di media sosial, apa lagi setelah jaman orde baru selesai. Menurut Wikipedia, media sosial itu adalah suatu media online dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan. Semakin ke sini ragam media sosial juga semakin banyak, seperti yang kita tau dari jamannya yahoo, google, friendster, facebook, twitter sampai sekarang jamannya snapchat.

Seperti yang kita tau, salah satu alasan Mark Zuckerberg membuat facebook adalah untuk media komunikasi teman-teman mahasiswanya di Harvard University jadilah facebook, salah satu media sosial ter-favorite sedunia, kurang lebih ada 1,44 miliyar orang yang menggunakan facebook di dunia (Data tahun 2015). Jack Dorsey dan kawan-kawan, menciptakan twitter dengan awal tujuan agar orang-orang dapat berbagi pesan kepada semua teman-temannya dengan lebih mudah dan sekarang twitter menjadi salah satu media sosial terkenal yang based nya adalah media berita.

Nah, semakin kesini semakin banyak kan macam-macam dari media sosial itu. Disadari atau tidak, dengan adanya media sosial ini juga mempengaruhi kehidupan banyak individu. Memang dengan maraknya media sosial, kita sebagai individu muda dan modern (cie..) menjadi merasa lebih leluasa untuk mengungkapkan pendapat kita mengenai suatu hal. Dengan adanya media sosial itu juga, kita diberikan kesempatan untuk ‘menunjukan’ kepada dunia mengenai siapa diri kita, dari mulai kegemaran, kebiasaan, bahkan sampai kelas sosial. Di media sosial juga kita jadi bisa tau teman kita atau bahkan orang lain sudah mengerjakan tugas perkembangannya atau belum.

Tidak sedikit orang-orang mempublikasikan kehidupan sehari-hari mereka dari mulai hal yang wajar sampai terkadang berlebihan. Aku pernah membaca salah satu pendapat orang mengenai Awkarin, dia berpendapat bahwa dia bangga dengan Awkarin karena bisa dengan bebas mengungkapkan pada dunia siapa dirinya, tidak takut memperlihatkan gaya hidup dia yang pasti akan mendapatkan pro-kontra dari para netizen. Dia juga beranggapan bahwa orang-orang di luar sana juga banyak yang gaya hidupnya seperti Awkarin, hanya saja mereka tidak mempublikasikannya ke dunia. Mungkin memang benar, hal apa yang mau mereka publikasikan di media sosial adalah hak dari individu itu sendiri. Tapi apakah yang dia publikasikan itu cukup bermanfaat untuk banyak orang? Apalagi kalau mempublikasikannya via media sosial yang terbuka dan bisa dilihat oleh semua orang, seperti Youtube, Instagram, ataupun Blog.

Dengan adanya media sosial juga sebenarnya semakin meningkatkan tekanan sosial, misalnya teman-teman seangkatan kita sudah pada menikah bahkan punya anak sedangkan kita sendiri jangankan menikah, calonnya aja belum ada. Atau melihat temannya posting foto tunangan sama pacarnya, kita langsung pengen cepet-cepet dilamar sama pacar kita, padahal baru pacaran satu minggu. Hal lain yang lebih sederhana, misalnya melihat teman abis pulang nonton konser boyband Korea, terus kita ngerasa sebel karena kita nggak bisa ikutan nonton. Ngeliat temen kita posting foto mobil barunya, terus kita ngomongin. Ya hal-hal simple tapi berkontribusi nambah dosa gitu sebenernya.

 Sekarang-sekarang juga lagi banyak banget berita hoax yang ada di media sosial, banyaaaaaakkk banget malah. Aku pun kadang suka bingung, kenapa orang-orang sangat mudah percaya sama berita-berita yang sebenarnya website­-nya pun belum tentu credible. Semudah itu masyarakat Indonesia dibohongi? Kadang dengan adanya berita hoax juga semakin memanaskan keadaan, apalagi kalau berhubungan dengan dunia politik yang kayak gurun itu, selalu panas maksudnya. Yang awalnya situasi pilkada udah aman, tenang, eh gara-gara ada berita hoax jadi panas lagi, jubir dari setiap calon saling keras-kerasan berpendapat serasa calon pilihannya adalah pilihan terbaik. Duh, ini yang aku rasakan tiap buka twitter beberapa bulan terakhir, jadi pusing sendiri gitu bacanya, dan akhirnya membuat nggak nyaman. Mungkin hal ini juga dirasakan oleh banyak orang, bukan cuma aku sendiri.

Sebenarnya media sosial juga nawarin banyak manfaat sih, terutama untuk kegiatan promosi. Pasti kan buat mereka yang punya bisnis, media sosial ini ngasih banyak manfaat banget buat mereka. Mereka bisa promosiin bisnisnya tanpa harus bayar kayak koran ataupun radio. Buat yang seneng bikin video, foto dan tulisan pun dimudahkan untuk ‘’berbagi’ hasil karyanya di media sosial. Buat mahasiswa juga yang mau cari informasi pun sangat dimudahkan dengan adanya media sosial, tinggal tulis keyword di google, dan semuanya akan muncul di sana.

Semua balik lagi ke kita sebagai penikmat yang harus pintar memiliah, memilah apa yang kita baca, yang kita lihat dan yang terpenting memilah mana yang akan kita posting, yang kita akan ‘perlihatkan’ ke dunia.

Leave a comment